Inspirasi Kesetiaan Cinta bersama Cap Kaki Tiga

Larutan Cap Kaki Tiga

Tidak ada kata seindah kata cinta. Tak ada ungkapan semewah ungkapan cinta. Dan tiada rasa yang sangat syahdu melainkan rasa mencintai dan dicintai.  Tidak terasa sudah empat tahun lamanya cinta ini tersusun rapi dalam rak hatiku. Tak terasa pula empat tahun ku merangkai rindu akan dirinya di kota nan jauh disana. Yogyakarta-Jakarta menjadi saksi kesetianku padanya dalam merajut kata cinta,  layaknya begitu setianya Larutan Cap Kaki Tiga menemani perjalanan hidup masyarakat Indonesia dengan penuh cinta. Larutan Cap Kaki Tiga mampu menginspirasiku untuk selalu berusaha setia pada satu nama, satu jiwa, dan satu cinta, yaitu kamu. Larutan Cap Kaki Tigalah yang menginspirasiku untuk setia, betapa setianya Larutan Cap Kaki Tiga menemani warga Indonesia selama 75 tahun setia memberi manfaat

75 tahun menginspirasi kesetiaan

Masih ku ingat awal perjumpaan kami di stasiun lempunyang Yogyakarta dulu. Dimana mata saling memandang, getaran dasyhat menyambar jiwa amat dalam, oh indahnya cinta pertama ini tuhan. Dunia seakan lumpuh seketika bersamaan dengan jabatan tangan kami berdua. Sampai kini adanya kebersamaan kami masih terjaga ku anggap sebagai mukjizat tuhan. Jerih payah kami pertahankan hati kami masing-masing untuk tetap meninggikan bendera cinta kita jauh diatas tiang harapan. Kami menjalani suatu konsep percintaan yang kejam nan menyakitkan yaitu konsep cinta LDR (Long Distance Relationship). Bayangkan kesetiaan ini begitu kuat sobat. Bukan tanpa badai kami lalui, bukan tanpa ombak kami hadapi bahkan tsunami sekalipun telah kami langkahi. Ku bersyukur mampu setia di sisinya hingga kini. Untuk mencintai semua seorang amatlah mudah sobat. Tapi tidak untuk setia pada satu orang. Larutan Cap Kaki Tiga lah yang mengiinspirasi cinta kita.selama kurang lebih 4 tahun lamanya. Terima kasih Larutan Cap Kaki Tiga.

HIKMAH DARI BENCANA

PELAJARAN DARI ALAM

Banjir lagi……. Banjir lagi…… ! itulah yang sedang melanda beberapa tempat di tanah air kita akhir-akhir ini. Jakarta, Bogor, Bekasi dilanda banjir, di Tangerang tak satupun kecamatan yang luput dari musibah banjir ini, Mojokerto dan Bojonegoro juga dilanda musibah yang sama. Beberapa waktu yang lalu kota Medan, Padang, Jambi, Sulawesi Selatan juga dilanda musibah yang sama, jembatan-jembatan rusak disertai genangan air di berbagai ruas jalan dan rel kereta api, berbagai transportasi lumpuh, sudah puluhan ribu rumah terendam, kerugian material pun sudah tak terhitung jumlahnya. (Republika, 29/01/2002). Gelombang pengungsipun tak bisa dihindarkan lagi, rakyat kecil semakin sengsara karena tempat tinggal mereka satu-satunya terendam genangan air bahkan seisi rumah mereka ikut terbawa arus banjir tersebut. Kegiatan belajar mengajar di beberapa sekolah pun ikut terhambat. Belum puas dengan mengirim banjir, alam kembali menunjukkan kebolehannya, Pejaten, Jakarta Selatan di guncang tanah longsor, gempa tektonik berkekuatan 5,1 pada skala Richter (SR) juga mengguncang Bengkulu. Kenapa ini semua harus terjadi? Benarkah alam sudah bosan untuk bersahabat dengan manusia? Apakah yang telah kita lakukan sehingga alam begitu marah kepada kita tanpa pilih kasih?.

Penyebab dari itu semua tidak lain adalah ulah dari tangan-tangan manusia itu sendiri, semua orang akan mengerti, bila hutan di hulu sungai dan lereng gunung dibabat, maka banjir dan tanah longsor akan terjadi. Begitu pula jika sampah dibuang ke sungai atau selokan, atau bila sungai dipersempit dengan membangun rumah ditepinya, maka banjir segera menerjang. Jika daerah hulu dan pegunungan sudah tidak mampu menahan air lagi, maka terjadilah sunnatullah : air akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, nah, jika masalahnya sesederhana itu, mestinya manusia bisa memakai akalnya untuk menghadapi hujan selebat apapun. Tapi mengapa kita tidak mampu melakukan itu? Sudahkah kita menggunakan akal kita?

Pada suatu hari diwaktu shubuh, Setelah mengumandangkan adzan di Masjid Madinah, lama Bilal menanti kehadiran Rasulullah SAW keluar dari peraduannya untuk shalat berjamaah, namun Rasul belum juga muncul. Karena itu, pergilah Bilal menemuinya, antara perasaan cemas kalau-kalau Rasul yang amat dicintainya jatuh sakit. Sesudah minta izin kepada Siti Aisyah, Bilal segera menuju ke kamar tidur Rasulullah SAW. Ketika sampai dimuka pintu, Bilal melihat ke dalam, kamar yang sederhana tanpa ada kasur tebal, tanpa  ada bantal bersulam yang indah melainkan hanya seonggok rumput kering di sudut kamar beliau, itulah kekayaan Rasul kita, sebagai Pemimpin dunia yang telah menggerakkan revolusi yang paling berhasil dalam sejarah kemanusiaan selama dunia berkembang.